September 23, 2025

InfoAlima

Portal berita online

3 min read

Foto : Sabam M. Monang Bakara, SH. (Wakil Ketua IV DPD GPM Kaltim, Mahasiswa Magister Hukum - FH Unmul)

OPONI, Infoalima.com, – Kasus korupsi yang dituduhkan terhadap Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong, sejak awal publik menilai bahwa kasus tersebut kental dengan nuasa politis, namun penegak hukum selalu membantah dengan keras bahwa kasus tersebut adalah murni penegakan hukum tindak pidana korupsi tidak ada kriminalisasi politik, publik pun terbelah ada yang pro dan kontra.

Hasto Kristiyanto mengklaim bahwa kasus yang menimpadirinya murni politis atau pesanan orang tertentu bukan kasus hukum, publik tertuju kepada Joko Widodo yang punya cerita tak “mengenakkan” dengan PDIP pada kontestasi pemilu 2024 dan sampai sekarang masih“perang dingin”.

Tom Lembong pun demikian, pernah menjabat Menteri Perdagangan tahun 2015-2016 pada saat Joko Widodo menjabat Presiden, namun sekarang ini berada dipihak yang berseberangan, puncaknya pada kontestasi Pilpres 2024, Tom Lembong mengkritik kebijakan Joko Widodo selama menjabat Presiden.

Pada akhirnya kedua kasus tersebut sampai kepengadilan, selama dalam persidangan masing-masing pihak yaitu Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong selalu menyatakan bahwa kasus tersebut politis, bahkan pengunjung sidang yang mendukung Hasto Kristiyanto memakai baju rompi bertuliskan “Tahanan Politik”.

Pengadilan akhirnya menjatuhkan putusan menyatakan Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi, terhadap putusan tersebut Tom Lembong menyatakan banding sementara Kejagung juga mengajukan banding, KPK menyatakan akan mengajukan banding atas putusan Hasto Kristiyanto.

Drama kasuspun berakhir, Presiden Prabowo Subianto menerbitkan abolisi (penghapusan proses hukum) terhadap Tom Lembong, sedangkan terhadap Hasto Kristiyanto diberikan amnesti (pengampunan hukum), dengan demikian Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong sudah bebas, tak lagi menjalani proses hukum.

Fenomena penegakan hukum yang menimpa Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong menjadi bukti bahwa apa yang disuarakan publik selama ini, bahwa kasus tersebut bernuansa politis, tak terbantahkan dengan diterbitkannya abolisi dan amnesti.

Apa yang disuarakan publik bahwa hukum telah dijadikan alat untuk membungkam lawan-lawan politik adalah nyata adanya dan bukanlah murni penegakan hukum sebagaimana dalih aparat penegak hukum.

Dalam ilmu hukum dikenal Teori Hukum Murni yang dikembangkan oleh Hans Kelsen, yakni keinginan untuk memurnikan ilmu hukum dari pengaruh-pengaruh non-hukum seperti moral, politik, agama, dan sosiologi.

Teori tersebut lahir sebagi reaksi terhadap keinginan membuatatau penolakan terhadap campur aduk ilmu. Tujuannyaagar ilmu hukum yang berdiri sebagai ilmu normatif yang otonom.

Berkaca pada kasus yang menimpa Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong menarik kiranya untuk diperbincangkan teori hukum murni tersebut, penegakan hukum itu tidak boleh dipengaruhi faktor politis (non hukum) meskipun demikian Gustav Radbruch (1932) berpandangan isu utama hukum adalah keadilan tidakhanya terfokus pada legalitas.

Namun melihat fenomena penegakan hukum diatas rasanya sulit untuk menegakkan hukum tanpa dipengaruhi faktor non hukum, orang-orang yang punya kekuatan politk saja dapat dijerat hukum dengan dalih “penegakan hukum murni” apalagi masyarakat umum khususnya kelompok masyarakat rentan, lagipula pernah terjadi di negeri ini, penguasa menjadikan hukum sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaannya.

Lantas apakah penegakan hukum murni dapat dilakukan atau hanya ilusi semata? Brian Z. Tamanaha (2006) bahwa hukum sering diklaim netral dan adil, tapi sebenarnya dipengaruhi oleh politik dan kekuasaan.

Sistem hukum atau institusi yang seharusnya menjamin keadilan, secara nyata justru gagal mencapainya, namun tetap mempertahankan citra seolah-olah keadilan sedang ditegakkan.

Dengan kata lain, rakyat “merasa” ada keadilan, padahal yang terjadi adalah ketidakadilan yang terbungkus secara legal. (Red)

Opini merupakan tanggungjawab penulis, tidak menjadi tanggungjawab Redaksi Infoalima.com

Penulis: Sabam M. Monang Bakara, SH. (Wakil Ketua IV DPD GPM Kaltim, Mahasiswa Magister Hukum – FH Unmul)

Print Friendly, PDF & Email
Share Now